Dari sekian banyak universitas yang ada di Tangerang Raya, hanya ada satu yang berbadan hukum sebagai universitas negeri. Berada di Ciputat, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah menjadi salah satu kampus favorit bagi para calon mahasiswa. Sayangnya, meski terletak di Tangerang Selatan, kampus yang satu ini lebih sering dikenal dengan sebutan UIN Jakarta.
Ya, begitulah nasib Ciputat. Sekarang kawasan ini berada di wilayah administratif Provinsi Banten. Namun dalam sejarahnya, daerah yang terletak di antara 3 provinsi ini menjadi daerah tak ‘bertuan’ karena pernah menjadi bagian dari Jakarta, Jawa Barat, dan terakhir Banten.
Jika dilihat dari sejarahnya, nama Ciputat diambil dari dua kata, Ci yang berarti air dan Putat merupakan nama pohon. Kawasan ini dulu memang dipenuhi pohon berpucuk merah dan kerap hidup liar di pinggiran sungai tersebut. Sementara nama Ci diambil dari sumber air besar yang dulu katanya berada di lokasi pasar Ciputat hari ini.
Kawasan ini disebut dengan nama Ciputat sejak masa kolonial Belanda. Pada masa itu, Ciputat dijadikan pemerintah kolonial sebagai wilayah penghasil rempah dan hasil bumi lainnya karena kondisinya yang masih berupa hutan belantara. Wilayah Ciputat pun masih sangat luas karena masih meliputi Rempoa, Cirendeu, Pondok Cabe, juga Lebak Bulus.
Sebelum banyak dihuni orang Betawi, Ciputat dulu banyak ditinggali oleh masyarakat Tionghoa yang bekerja pada tuan tanah Belanda. Namun pada masa 1940-an, seorang Arab yang dikenal dengan nama Tuan Salim menikahi putri tuan tanah dan menjadi penguasa wilayah itu. Tuan Salim inilah yang kemudian mendirikan mushola kecil yang kini telah menjadi Masjid Al Jihad, dan menjadi penanda datangnya para betawi ke wilayah ini.
Ciputat juga menjadi salah satu daerah yang menjadi pusat pertempuran antara tentara Belanda dengan para pejuang kemerdekaan Indonesia. Kala itu, markas Barisan Keamanan Rakyat berada di Ciputat, sementara markas tentara Belanda terletak di Kebayoran Lama. Perang antar keduanya kerap terjadi di jembatan Pasar Jumat yang menjadi titik temu markas kedua pasukan tadi.
Setelah kedaulatan kemerdekaan republik telah tercapai, Ciputat tumbuh sebagai wilayah padat penduduk yang menyangga ibukota. Selain menghidupi ibukota karena para penduduk banyak yang bekerja di Jakarta, masyarakat juga mengandalkan sektor perdagangan yang tumbuh pesat di sini.
Dulu ketika Kota Tangerang Selatan belum berdiri, masyarakat Ciputat lebih senang disebut orang Jakarta. Secara administratif mereka juga lebih suka berada di bawah kekuasaan ibukota. Hal ini terjadi mengingat lokasi Ciputat yang jauh lebih dekat dengan Jakarta ketimbang Tigaraksa sebagai ibukota kabupaten Tangerang. Daripada harus berjauh-jauh datang ke Tigaraksa, lebih dekat ikut kekuasaan administratif Jakarta Selatan.
Tapi itu adalah masa lalu. Kini, orang Ciputat tak lagi malas menyebut dirinya sebagai orang Tangerang Selatan. Toh untuk urusan administratif mereka tinggal datang ke kantor Walikota Tangsel yang berada di wilayah ini. Selain itu, kondisi pembangunan dan perekonomian Tangerang Selatan juga meningkat pesat. Jadi tidak perlu lagi mengaku orang Jakarta selama pertumbuhan Ciputat dan Tangerang Selatan cukup untuk menghidupi masyarakatnya.