JAKSA AGUNG MUHAMMAD PRASETYO YANG MENGIDAP FOBIA KOMUNIS

JAKSA AGUNG MUHAMMAD PRASETYO

BACATANGERANG.COM – Saat merasa kurang yakin terhadap apa yang dilihat dan kemungkinan besar merasa takut, dan hati menjadi mendebar-debar, cemas tak karuan, bisa jadi kamu sedang mengalami fobia. Dalam istilah bahasa, Fobia (gangguan anxietas fobik) merupakan rasa takut yang berlebih pada suatu hal atau fenomena. Orang yang mengidap fobia sangat rentan sekali terganggu pada ketakutan di kehidupannya.

Ya, ketakutan seringkali menuntun pengidap fobia melakukan hal-hal aneh yang bagi sebagian orang sulit dimengerti. Anggapan itulah kemudian menuntun pemikiran saya sehingga beranggapan bahwa Jaksa Agung kita mengidap fobia terhadap paham komunis. Tindak tanduknya belakangan memang sulit dimengerti dan diluar nalar.

“Mungkin perlu dilakukan razia buku yang memang mengandung PKI dan dilakukan perampasan di mana pun buku itu berada. Saya usulkan tadi kalau mungkin diadakan razia buku besar-besaran saja,” Ungkap Jaksa Agung Muhammad Prasetyo saat rapat evaluasi kerja dengan Komisi III DPR RI.

Pernyataan kontroversial tersebut jelas memancing perdebatan para ahli hukum di Indonesia. Para ahli hukum beranggapan bahwa apa yang dilakukan sang Jaksa adalah tindakan Inkonstitusional. Dimana yang sudah jelas tertera pada putusan MK Nomor 20/PUU-VIII/2010 bahwa razia tanpa proses peradilan tak lagi diperbolehkan oleh Mahkamah Konstitusi. Bukankah suatu keanehan ketika Jaksa sebagai penegak hukum justru melanggar hukum tersebut.

Mekanisme sebenarnya ialah, buku yang disita sudah sepatutnya melalui proses peradilan terlebih dahulu. Ketika telah dilakukan penelitian dan terbukti terdapat paham yang dilarang oleh hukum, barulah penyitaan berhak dilakukan.

Namun realita sekarang, penyitaan dilakukan tanpa adanya kejelasan proses hukum. Alih-alih tindakan sembrono semacam itu justru terkesan sebagai suatu tindak persekusi terhadap ilmu pengetahuan. Penyitaan terkesan ‘buta’ dan subjektif. Mereka hanya melihat judul yang tertera tanpa melakukan penelusuran terhadap buku tersebut. Bahkan ada juga buku yang sebenarnya tidak mengandung sedikitpun unsur komunis namun ikut serta diangkut.

Wajar apabila penyitaan terkesan ‘buta’ dan subjektif. Karena tidak dilandaskan pada penelitian terlebih dahulu. Yang dilakukan mereka tak lebih dari sekedar ‘asal angkut’. Alasan penyitaan saat itu bahwa akan dilakukannya penelitian. Namun hingga kini, kita hanya melihat buku kiri yang hanya menjadi buah bibir oleh sebagian kalangan mahasiswa, yang merasa bahwa sikap penegak keadilan malah tak kunjung menemui kejelasan.

Adapun, tindakan penyitaan buku-buku kiri  menimbulkan efek trauma terhadap beberapa pemilik toko buku yang dirazia. Beberapa diantaranya memilih untuk menutup tokonya karena takut. Ini jelas akan menimbulkan efek domino dimana beberapa orang dibuat mati mata pencahariannya. Lalu apa namanya kalau bukan suatu kekejaman atas apa yang dilakukan para penegak hukum.

Pertanyaan demi pertanyaan muncul dalam benak saya: Apa mereka lupa dengan perannya sebagai penegak hukum sehingga melanggar hukum? atau mungkin mereka benar benar pengidap fobia? Sepertinya realita membawa pembenaran atas pertanyaan kedua.

Mungkin sang Jaksa Agung Muhammad Prasetyo memang benar-benar pengidap fobia terhadap paham komunis. Sehingga apa yang dinyatakan dan dilakukan benar-benar sulit untuk dimengerti.

Ini merupakan sebuah cara yang salah apabila tujuannya ingin merawat ekosistem pengetahuan agar tetap pada jalur yang benar. Ibarat mengusir tikus dirumah dengan cara melepas ular. Ada cara yang lebih baik ketimbang melakukan penyitaan yang terkesan seperti persekusi.

Cara terbaik untuk melindungi ekosistem pengetahuan dari virus paham yang dilarang ialah dengan cara melibatkan pihak yang benar-benar paham dengan hal tersebut yaitu para penulis. Mereka sebagai penulis, jelasa yang memahami maksud dari buku yang ditulisnya serta tak lepas juga peran masyarakat sangat vital adanya. Peran masyarakatlah yang sangat dibutuhkan pemerintah jika suatu saat ada buku yang dianggap dilarang. Maka segera laporkan kepada pihak berwajib dan selanjutnya akan diproses dengan mekanisme yang seharusnya, bukan dengan tindak persekusi. Terlebih, dengan satu syarat, haruslah baca buku nya dulu sampai selesai dan mengerti akan paham kiri biar tidak berat sebelah, seimbang antara kanan dan kiri mu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *